Ketika saya mengunjungi Korea Selatan untuk perjalanan bisnis, saya terkesan dengan pandangan positif orang-orang di sana terhadap Amerika Serikat. Meskipun tidak semua orang berpikiran sama, beberapa di antaranya melihat AS sebagai teman yang membantu mereka selama perang saudara dan mitra dagang yang penting. Namun, dengan perubahan kebijakan dan tantangan terkait imigrasi di AS, Hyundai Motor Group mengalami kesulitan dalam ekspansi bisnisnya di sana.
AS merupakan pasar mobil terbesar bagi Hyundai, namun dengan kebijakan baru yang menghambat produksi baterai di pabrik mereka di Georgia, perusahaan ini menghadapi ketidakpastian. Disamping itu, tarif bea masuk yang tinggi juga mempengaruhi harga kendaraan Korea di AS, membuat Hyundai dan Kia mengalami penurunan laba yang signifikan. Meski pemerintahan Trump ingin mendorong orang Korea untuk membeli mobil Amerika, masih belum jelas apakah produsen mobil AS bisa memenuhi kebutuhan pasar Korea.
Elon Musk, CEO Tesla, baru-baru ini membeli saham senilai $1 miliar untuk menunjukkan komitmennya pada perusahaan. Meskipun Tesla mengalami tantangan penjualan sepanjang tahun, Musk tetap optimis dengan masa depan perusahaan dan visinya terkait mobil otonom dan robot humanoid. Volkswagen juga menghadapi masalah produksi terkait kendaraan listriknya, dengan keputusan untuk menunda peluncuran Golf listrik hingga akhir dekade ini.
Meskipun Hyundai telah memiliki strategi mobil listrik yang ambisius, tantangan tarif dan kebijakan masih mempengaruhi rencana ekspansinya di AS. Pertanyaannya adalah, apakah Hyundai harus terus fokus pada mobil listrik atau harus kembali ke mobil hibrida mengingat situasi yang tidak pasti ini? Artikel ini berasal dari sumber [Source Link]. Jadi, mari kita tunggu perkembangan selanjutnya dari Hyundai Motor Group.