Di balik gemuruh dunia mode internasional, terdapat sehelai kain yang disusun dengan penuh kerajinan oleh seorang ibu dari Solok, Sumatera Barat yang bernama Rosna. Secara mengejutkan, Rosna mampu menenun kain songket Melayu dan menjualnya di pasar mancanegara. Sebuah pepatah Minang yang mengatakan ‘tiado rotan akar pun jadi, tiado kayujanjang dikapiang’ tampaknya mencerminkan semangat yang terpancar dari Rosna. Meskipun memiliki tujuh anak dan suami yang bekerja sebagai montir truk, pada usia 29 tahun Rosna memutuskan untuk merantau ke Pekanbaru dengan tekad yang kuat untuk belajar menenun.
Setelah menjalani berbagai pekerjaan serabutan, titik balik dalam hidup Rosna terjadi ketika dia mengikuti pelatihan menenun kain songket di Pekanbaru pada usia 41 tahun. Meskipun awalnya merasa ragu dengan kemampuannya yang sudah tidak secepat dulu, Rosna tetap bersemangat dan bertekad untuk belajar. Keberhasilan pertamanya dalam menenun kain songket membuka pintu rezeki lebih luas baginya. Melalui anak pertamanya, Dhea, hasil karyanya sudah merambah pasar internasional seperti Malaysia, Turki, dan Dubai.
Meskipun perjalanannya tidak selalu mulus, Rosna selalu menemukan cara untuk mengatasi hambatan yang muncul. Dengan bantuan dari tetangga dan platform pembiayaan mikro, Rosna mampu memperluas usahanya dan memasarkan kain tenunnya melalui marketplace. Kini, dia kembali ke kampung halamannya di Solok dan melanjutkan produksi tenun di rumah dengan bantuan anggota keluarganya.
Bagi Rosna, menenun bukan hanya sekadar pekerjaan, tetapi juga merupakan warisan budaya dan identitas. Dia berharap pemerintah dapat memberikan pelatihan dan alat tenun bagi para peserta agar mereka dapat menjaga dan mengembangkan tradisi menenun. Melalui kisah perjuangan seorang ibu seperti Rosna, kita dapat melihat bagaimana semangat, ketekunan, dan semangat pantang menyerah mampu membuka jalan menuju kesuksesan.