Dalam ajaran Islam, perempuan yang sedang haid tidak diwajibkan untuk berpuasa dan bisa menggantinya di kemudian hari. Namun, bagaimana jika darah haid baru terlihat setelah berbuka, dan perempuan tersebut tidak yakin apakah darah itu keluar sebelum atau sesudah waktu Maghrib? Hal seperti ini bisa menimbulkan kebingungan, terutama dalam menentukan keabsahan puasa yang telah dilakukan sepanjang hari. Jadi, bagaimana seharusnya seorang perempuan menangani situasi seperti ini? Apakah puasanya tetap sah, atau harus diqadha di lain waktu?
Dalam prinsip fiqih, ada aturan yang menyatakan bahwa suatu kejadian harus dihubungkan dengan waktu yang paling dekat jika tidak ada bukti pasti mengenai kapan kejadian itu terjadi. Misalnya, jika seseorang menemukan bekas mani di pakaiannya tanpa ingat kapan mimpi basah itu terjadi, maka harus diasumsikan bahwa kejadian tersebut terjadi saat tidur terakhirnya. Demikian juga, jika seorang perempuan melihat darah haid setelah berbuka tapi tidak yakin apakah darah itu keluar sebelum atau sesudah Maghrib, maka dianggap bahwa darah tersebut keluar setelah Maghrib.
Selain itu, para ulama mengatakan bahwa jika perempuan menemukan darah haid tanpa tahu kapan tepatnya darah itu keluar, maka kasusnya serupa dengan menemukan bekas mani tanpa mengetahui waktu pastinya. Maka, keputusan harus diambil berdasarkan waktu yang paling dekat dan bisa dipastikan. Berdasarkan prinsip ini, jika perempuan melihat darah setelah berbuka tapi ragu kapan darah itu mulai keluar, puasanya tetap sah karena tidak ada bukti jelas bahwa haidnya telah keluar sebelum berbuka.
Jadi, berdasarkan prinsip fiqih dan pandangan ulama, jika seorang perempuan melihat darah setelah berbuka tapi ragu kapan darah itu mulai keluar, dia dapat menganggap dirinya masih suci hingga terbukti sebaliknya. Oleh karena itu, puasanya tetap sah dan tidak perlu diqadha, kecuali jika yakin bahwa darah tersebut sudah keluar sebelum matahari terbenam.