Presiden Prabowo Subianto memiliki gebrakan besar seperti Danantara, 70.000 koperasi merah putih, makan bergizi gratis, dan target pertumbuhan ekonomi 8 persen. Namun, untuk mencapai hal ini diperlukan tata kelola pemerintahan yang baik. Menurut LSI Denny JA, saat ini tata kelola pemerintahan di Indonesia masih buruk dan perlu perhatian khusus agar gebrakan besar Prabowo bisa tercapai.
Indeks Tata Kelola Pemerintahan (GGI) yang dikembangkan oleh LSI Denny JA menunjukkan bahwa Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan dengan negara-negara maju di Asia seperti Singapura, Jepang, dan Korea Selatan. Data terbaru menunjukkan skor Indonesia sebesar 53,17, jauh di bawah negara-negara lain.
GGI adalah indeks yang mengukur kualitas tata kelola pemerintahan secara komprehensif dengan enam dimensi utama, seperti efektivitas pemerintahan, pemberantasan korupsi, digitalisasi pemerintahan, demokrasi, pembangunan manusia, dan keberlanjutan lingkungan. Denny JA menjelaskan bahwa GGI adalah alat ukur baru untuk era digital dan AI dalam proses pemerintahan.
Riset LSI Denny JA juga menyoroti hambatan utama yang menyebabkan rendahnya skor Indonesia, termasuk kasus korupsi besar dan rendahnya efektivitas birokrasi. Denny JA menekankan bahwa pemberantasan korupsi menjadi kunci utama dalam peningkatan skor GGI. Indeks GGI menjadi peta jalan untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan Indonesia dan akan menjadi salah satu tolok ukur global dalam menilai kualitas pemerintahan di lebih dari 150 negara di dunia.
Indonesia saat ini berada di persimpangan sejarah, di mana langkah yang diambil pemerintah akan menentukan arah perbaikan tata kelola pemerintahan. Menjadi penting untuk segera berbenah agar tidak semakin tertinggal dibanding negara-negara maju lainnya.
