Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti membocorkan alasan mengenai Tes Kompetensi Akademik (TKA), yang tidak bersifat wajib dan bukan merupakan penentu kelulusan. Mu’ti menjelaskan bahwa keputusan untuk tidak mewajibkan TKA karena tes tersebut dianggap dapat menyebabkan stres bagi sebagian masyarakat. Oleh karena itu, siswa diberikan kebebasan untuk mengevaluasi kemampuan mereka sendiri sebelum memutuskan apakah akan mengikuti TKA atau tidak. Menurut Mu’ti, UN yang sebelumnya wajib telah dikritik karena dapat menimbulkan stres pada para siswa. Dengan demikian, TKA kini bersifat opsional dan terbuka bagi siswa yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Meskipun tidak wajib, TKA memiliki manfaat bagi siswa yang mengikutinya. Untuk kelas 12 SMA, TKA akan menjadi kriteria penilaian dalam jalur prestasi PTN seperti Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP). Sedangkan untuk siswa kelas 6 SD dan 9 SMP, nilai TKA akan mempengaruhi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) jalur prestasi. Meski demikian, pengaruh TKA baru akan terasa pada tahun ajaran 2026/2027 karena proses TKA untuk SD dan SMP baru akan digelar pada tahun 2026. Mendikdasmen telah berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk panitia penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi, dalam menetapkan kebijakan TKA.
Dengan demikian, meskipun tidak dijadikan penentu kelulusan, TKA akan membantu siswa dalam melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dengan memberikan penilaian berbasis individual. Mu’ti menegaskan bahwa kesempatan mengikuti TKA bersifat opsional, namun siswa perlu memahami bahwa akan kalah dalam hal penilaian individual jika memutuskan untuk tidak mengikutinya. Penekanan pada nilai individual menjadi penting terutama bagi siswa yang berencana melanjutkan studi ke luar negeri, di mana sistem penilaian berbeda dan mengutamakan nilai individual. Konsep penilaian berbasis individual ini diharapkan dapat membantu siswa dalam meningkatkan kualitas pendidikan mereka.
