Tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan setelah pertandingan Arema vs Persebaya pada tanggal 1 Oktober 2022 mengejutkan banyak pihak. Sebanyak 153 korban jiwa dilaporkan akibat kejadian tersebut. Panitia pertandingan sebelumnya sudah meminta pertandingan digelar sore hari untuk menghindari risiko, namun Liga menolak permintaan tersebut. Setelah pertandingan berakhir, kerusuhan pecah dengan aparat dan suporter terlibat dalam insiden tragis ini. Penggunaan gas air mata yang tidak sesuai prosedur oleh aparat disorot sebagai penyebab utama banyaknya korban jiwa.
Pertandingan big match yang digelar pada malam hari ditambah dengan over kapasitas stadion menjadi faktor lain yang meningkatkan risiko kecelakaan tragis ini. Pihak berwenang juga disorot karena bertindak di luar ketentuan dalam mengendalikan situasi. FIFA sendiri telah melarang penggunaan gas air mata dalam stadion sesuai dengan Pasal 19 Stadium Safety and Security Regulation. Banyak peraturan yang dilanggar dalam kejadian ini, mulai dari Pedoman pengendalian massa hingga Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian.
Sebagai respons atas kejadian ini, tuntutan disuarakan untuk mengusut pelanggaran HAM dan profesionalisme aparat yang terlibat. Negara pun diharapkan untuk membentuk tim penyelidik independen guna mengungkap kebenaran di balik tragedi Stadion Kanjuruhan. Evaluasi tegas juga diminta agar korban jiwa ini tidak sia-sia. Semua pihak, mulai dari aparat keamanan hingga pemerintah harus bertanggung jawab penuh atas jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam insiden memilukan ini.