Mantan Pimpinan KPK, Saut Situmorang menyoroti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan, khususnya terkait ketentuan Pasal 8 Ayat (5) yang memerlukan izin dari Jaksa Agung dalam proses hukum terhadap jaksa. Undang-Undang baru ini menggantikan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dan menimbulkan permasalahan terkait transparansi, akuntabilitas, dan komitmen anti korupsi. Saut menekankan pentingnya revisi Undang-Undang Kejaksaan ini untuk menyelesaikan masalah yang ada, dengan memperhitungkan aspirasi masyarakat dalam prosesnya.
Menurut Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gajah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, Pasal 8 Ayat (5) UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan perlu dipertimbangkan secara matang dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Proses perizinan terhadap jaksa oleh Jaksa Agung sering mengalami penundaan, sehingga perlu dipikirkan kembali. Selain itu, independensi dan prinsip merdeka kejaksaan juga harus diperhatikan, mengingat kejaksaan tidak sepenuhnya independen karena diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Diperlukan penerjemahan yang jelas terkait independensi kejaksaan dalam UU Kejaksaan ini, agar tidak terjadi ketergantungan pada partai politik yang dapat membahayakan. Saut dan Uceng sepakat bahwa perbaikan dalam UU Kejaksaan harus diprioritaskan dengan memperhitungkan aspirasi masyarakat serta menghindari potensi konflik kepentingan yang dapat mempengaruhi penegakan hukum di Indonesia.