Deliserdang, VIVA – Satuan Reserse Kriminal Polres Deliserdang akan melakukan ekshumasi dengan membongkar makam almarhum Rindu Syahputra Sinaga (14). Korban meninggal dunia diduga usai dihukum squat jump 100 kali oleh gurunya.
Hal itu diungkapkan oleh kuasa hukum keluarga korban, Dwi Ngai Sinaga, S.H,M.H dan Swanri Sitopu, S.H. Mereka mengatakan, ekshumasi jasad pelajar Sekolah Menengah Pertama atau SMP Negeri 1 STM Hilir dilakukan untuk kepentingan otopsi dalam rangka penyelidikan kasus ini.
Pemakaman korban sendiri berada dekat rumahnya, di Desa Negara Beringin Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deliserdang.
“Besok (Selasa 1 Oktober 2024) akan dilakukan otopsi, pembongkaran kuburan korban untuk dilakukan otopsi,” kata Swanri saat dikonfirmasi VIVA, Senin 30 September 2024.
Swanri menjelaskan bahwa ekshumasi dilakukan setelah pihak kepolisian berkoordinasi dan mendapatkan izin dari keluarga korban. Polresta Deliserdang menjadikan kasus ini sebagai perhatian.
“Yang pasti kita harapkan Polresta Deliserdang menjadikan kasus ini perhatian, kami mengapresiasi tindakan pihak kepolisian. Bukti-bukti yang ada, masih berupa foto-foto saat ini. Karena, terlihat jelas di kaki korban, ada bercak merah. Saat anak itu meninggal, masih terdapat bercak merah,” jelas Swanri.
Swanri menyebut bahwa polisi juga telah memeriksa saksi-saksi, termasuk ibu dan ayah korban. Mereka juga akan meminta keterangan dari keluarga korban lain yang mengantarkan Rindu ke Klinik dan Rumah Sakit Sembiring.
“Dalam interogasi awal, ibu dan ayah korban sudah dimintai keterangan. Hari ini rencananya beberapa keluarga lain yang mengantarkan korban ke Klinik dan rumah sakit Sembiring juga akan dimintai keterangan,” ujar Swanri.
Dugaan kuat menyebutkan bahwa Rindu meninggal setelah mendapatkan hukuman squat jump 100 kali dari guru agamanya, berinisial SWH, karena tidak mampu menghafal Al Kitab.
“Otomatis disuruh melakukan squat jump, karena saat sakit demam, itu tidak berpengaruh pada kakinya. Sudah ada keluhan kepada ibunya bahwa kakinya sakit dan dihukum seperti itu. Besoknya sudah muncul pembengkakan di paha dan bercak merah muncul,” jelasnya.
Kuasa hukum keluarga korban telah mendatangi Sekolah SMP Negeri 1 STM Hilir, Kabupaten Deliserdang pada Sabtu 28 September 2024. Pihak sekolah juga mengakui adanya hukuman yang diberikan guru kepada Rindu.
“Kami langsung mendatangi pihak sekolah pada hari Sabtu, pihak sekolah mengakui adanya hukuman tersebut,” ungkap Swanri.
Swanri menjelaskan bahwa pihak sekolah dan Dinas Pendidikan Kabupaten Deliserdang telah bertemu dengan ibu dan ayah korban. Namun, tidak ada perdamaian dan ibu korban menuntut keadilan atas kematian anaknya.
“Pihak sekolah dan Dinas Pendidikan telah berupaya secara persuasif, namun ibu korban hanya meminta keadilan. Artinya, keadilan harus dipertimbangkan,” ucap Swanri.
Terkait dengan guru agama tersebut, Swanri menyebut bahwa pihak keluarga korban belum bertemu dengan guru tersebut. Namun, keluarga dari guru tersebut hadir di Polresta Deliserdang.
“Belum ada pertemuan antara keluarga dengan guru tersebut. Kami belum ingin mempertemukan langsung dengan ibu guru itu untuk menghindari konflik. Namun, ada keluarga dari guru tersebut yang hadir di Polresta Deliserdang, hanya menyampaikan duka cita saja,” jelas Swanri.
Swanri mengatakan bahwa belum ada rencana perdamaian antara keluarga korban dan guru agama. Mereka menyarankan agar proses penyelidikan dilakukan terlebih dahulu oleh pihak kepolisian.
“Keputusan mengenai perdamaian belum bisa diambil secara langsung oleh ibu korban. Kami akan terus mengawal kasus ini dan melihat perkembangannya ke depan,” kata Swanri.
Sebelumnya, ibu korban, Yuliana, menceritakan bahwa anaknya mengeluh sakit di bagian kaki dan seluruh tubuh setelah pulang dari sekolah. Hal tersebut terjadi setelah anaknya dihukum oleh gurunya karena tidak bisa menghafal Al Kitab pada Kamis 19 September 2024.
“Pada hari Kamis, anak saya mengeluh sakit karena dihukum guru,” kata Yuliana kepada wartawan di rumahnya, Sabtu 28 September 2024.
Yuliana menjelaskan bahwa anaknya mendapatkan hukuman dari guru agama berinisial SWH. Pada Jumat 20 September 2024, korban mengalami demam tinggi dan merasa semakin tidak enak badan.
“Pada hari Jumat, anak saya demam tinggi, kemudian pada hari Sabtu dia tidak pergi sekolah lagi karena sudah terlalu sakit. Saya membawanya berobat, namun tidak ada perubahan. Dia terus mengeluh sakit, ‘ibu, kakiku terasa sakit’,” jelas Yuliana.
Yuliana pergi ke sekolah anaknya pada Selasa 24 September 2024 untuk meminta izin kepada pihak sekolah karena kondisi Rindu tidak kunjung membaik.
Kemudian, pada Rabu 25 September 2024, kondisi Rindu semakin memburuk dan harus dilarikan ke klinik. Setelah tiba di klinik, tim medis menyatakan bahwa mereka tidak mampu menangani korban sehingga korban dirujuk ke RS Sembiring Delitua, Kabupaten Deliserdang.
Dengan kondisi yang semakin memburuk, Rindu akhirnya meninggal dunia pada Kamis pagi, 26 September 2024, sekitar pukul 06:30 WIB. Yuliana menyatakan bahwa proses hukum atas kasus ini telah diserahkan kepada pengacara untuk mencari keadilan.
“Awalnya saya melaporkan ke polisi, namun saya menolak untuk melakukan autopsi. Sekarang saya telah menyerahkan kasus ini kepada kuasa hukum. Saya siap untuk menjalani autopsi yang diperlukan,” kata Yuliana.
Yuliana menyatakan bahwa hatinya masih belum menerima tindakan dari oknum guru tersebut yang diduga menjadi penyebab kematian anaknya.
“Hingga sekarang, oknum guru tersebut tidak pernah menemui dan meminta maaf. Hanya orang dari sekolah yang datang untuk memberi dukacita. Saya tidak mengenal guru tersebut, hanya tahu nama belakangnya, dan rumahnya dekat dengan sini,” ujar Yuliana.
Halaman Selanjutnya
Jelas dia, bahwa diduga kuat Rindu tewas usai mendapatkan hukuman squat jump 100 kali dari guru agamanya, berinsial SWH, karena tidak tidak bisa menghafal Al Kitab.