Hari Jumat, 19 Juli 2024 – 00:20 WIB
Jakarta – Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menyebut kasus manipulasi nilai rapor yang dilakukan SMPN 19 Depok sebagai pelanggaran berat. Ia juga meminta Kemendikbudristek untuk menyelidiki kasus tersebut.
“Kami menilai skandal manipulasi nilai rapor di SMP Negeri 19 Depok merupakan pelanggaran berat dalam dunia pendidikan kita dan harus diusut tuntas,” kata Huda kepada wartawan pada Kamis, 18 Juli 2024.
Huda menambahkan bahwa manipulasi nilai rapor merupakan bentuk pemalsuan dokumen yang merugikan banyak orang. Jika kasus ini tidak terungkap, ada puluhan siswa lain yang akan dirugikan karena gagal masuk SMA negeri akibat siswa lain menggunakan nilai hasil manipulasi.
“Kami mendesak agar pihak-pihak yang terlibat, mulai dari kepala sekolah hingga tenaga pendidik yang melakukan manipulasi nilai, mendapat sanksi sesuai dengan aturan yang ada,” kata Huda.
Huda juga memahami niat baik SMPN 19 Depok untuk membantu peserta didik agar bisa masuk ke SMA negeri. Namun, kata Huda, skandal manipulasi nilai rapor justru merugikan peserta didik.
“Harusnya mereka mendidik siswa untuk berlaku jujur dan menerima segala konsekuensi dari kejujuran. Keberanian untuk jujur dan tidak putus asa terhadap segala konsekuensinya dalam jangka panjang akan lebih bermanfaat dalam kehidupan peserta didik mereka,” ujarnya.
Huda juga menegaskan bahwa pemerintah secara tidak langsung turut menciptakan perilaku nekat para pendidik untuk melakukan manipulasi nilai siswa mereka. Keterbatasan kursi di SMA negeri menciptakan sistem kompetisi yang membuka peluang kecurangan dalam proses penerimaan peserta didik baru.
“Kami mendorong Kemendikbudristek untuk mengusut skandal manipulasi nilai rapor ini. Jangan-jangan modus serupa juga terjadi di sekolah-sekolah lain karena ketatnya persaingan dalam proses penerimaan peserta didik baru,” tambahnya.
Sebelumnya, SMPN 19 mengakui adanya manipulasi nilai rapor. Kepala SMPN 19, Nenden Eveline, mengungkapkan bahwa pihaknya siap menerima konsekuensi atas kesalahan tersebut. Dia menyatakan bersama Dinas Pendidikan (Disdik) Depok bertanggung jawab terhadap 51 calon peserta didik yang dianulir masuk SMA negeri untuk bersekolah di sekolah swasta.
“Halaman Selanjutnya”
Huda menambahkan bahwa pemerintah secara tidak langsung turut menciptakan perilaku nekat para pendidik untuk melakukan manipulasi nilai siswa mereka. Keterbatasan kursi di SMA negeri menciptakan sistem kompetisi yang membuka peluang kecurangan dalam proses penerimaan peserta didik baru.