Jumat, 5 Juli 2024 – 06:55 WIB
VIVA – Wacana menarik dokter asing menuai kontroversi. Isu yang diusung oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin semakin memanas setelah kabar pemberhentian Prof Dr Budi Santoso atau Prof Bus dari jabatannya sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair).
Prof Bus dipecat dari jabatannya karena menolak wacana mendatangkan dokter asing ke Indonesia. Dia dengan tegas menolak rencana tersebut karena yakin bahwa 92 Fakultas Kedokteran yang ada di Indonesia mampu melahirkan dokter-dokter berkualitas, bahkan tidak kalah dengan dokter asing.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Sadikin membantah keterlibatannya dalam pemecatan Prof Budi Santoso dari Dekan FK Unair. Dia menjelaskan bahwa Kemenkes tidak memiliki kewenangan untuk ikut campur dalam keputusan Unair dan tidak melakukan komunikasi terkait kasus tersebut.
Di sisi lain, Menkes Budi Sadikin mengungkap alasan di balik wacana mendatangkan dokter asing ke Indonesia. Dia mengatakan bahwa wacana tersebut sudah dibahas bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi). Berikut ini adalah 4 alasan di balik wacana impor dokter:
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa misi utama pemerintah mendatangkan dokter asing adalah untuk menyelamatkan sekitar 12 ribu nyawa bayi per tahun yang berisiko meninggal akibat kelainan jantung bawaan.
“Karena saat ini ada lebih dari 12 ribu bayi yang mengalami kelainan jantung bawaan,” kata Budi Gunadi Sadikin usai menghadiri rapat internal bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa, 2 Juli 2024.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan mengatur persyaratan dan batasan bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara asing (WNA) yang ingin berpraktik di Indonesia.
Menurut Menkes Budi, kedatangan dokter asing untuk berpraktik di Indonesia sebenarnya untuk membantu menyelamatkan nyawa bayi yang mengalami kelainan jantung.
Budi menjelaskan bahwa kemampuan dokter di Indonesia untuk melakukan operasi jantung baru bisa menangani sekitar 6 ribu pasien per tahun, sementara jumlah bayi dengan risiko kelainan jantung bawaan mencapai 12 ribu orang, sehingga penanganan kelainan jantung bawaan memerlukan tindakan operasi yang cepat.
“Enam ribu bayi ini jika tidak ditangani, memiliki risiko tinggi untuk meninggal. Jika kita menunggu, risikonya akan semakin tinggi,” ujarnya.
Budi yakin bahwa dokter Indonesia mampu menangani operasi jantung, namun dengan jumlah kasus mencapai 6 ribu pasien per tahun, kuota dokter di Indonesia belum cukup untuk menangani seluruh pasien yang ada.
“Kita tidak bisa menunggu. Kita membawa dokter-dokter asing untuk menyelamatkan nyawa 6 ribu bayi ini dan 12 ribu ibu yang akan sedih jika bayinya lahir dengan kelainan jantung bawaan,” katanya.
Menkes mengakui bahwa kebijakan impor dokter, meskipun bertujuan untuk menyelamatkan lebih banyak nyawa bayi, belum sepenuhnya diterima oleh beberapa pihak yang khawatir tentang kualitas pelayanan dokter asing dan domestik.
Salah satunya, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) menolak pemerintah mendatangkan dokter asing.
“Banyak yang merasa sensitif seperti FK Unair, bahwa dokter lokal kita lebih unggul, dan kita juga mampu. Namun, isunya bukan itu, bukan juga untuk merendahkan kemampuan dokter-dokter kita,” katanya.
Menkes Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa tujuan kedatangan dokter asing ke Indonesia bukan untuk bersaing dengan dokter lokal.
“Bukan soal persaingan, ini tentang menyelamatkan nyawa 300 ribu orang Indonesia yang terkena stroke, 250 ribu yang mengalami serangan jantung, dan 6.000 bayi yang kemungkinan besar meninggal setiap tahun,” kata Budi saat diwawancarai setelah rapat bersama Komisi IX DPR di Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan bahwa setelah hampir 80 tahun merdeka, Indonesia masih kekurangan tenaga medis spesialis, terutama dokter gigi. Selain itu, distribusi juga kurang, seperti 65 persen puskesmas di Daerah Terpencil Perbatasan Kepulauan (DTPK) yang mengalami kekosongan 9 jenis tenaga kesehatan.
Oleh karena itu, dia menyatakan bahwa pihaknya mendatangkan dokter dari luar negeri, seperti yang dilakukan dalam kerja sama RSUP Adam Malik dan Arab Saudi, untuk memberikan operasi kepada anak-anak Medan yang menderita penyakit jantung bawaan.
Budi percaya bahwa upaya ini juga dapat mempercepat transfer ilmu bedah toraks kardiovaskular bagi dokter lokal.