Rabu, 29 Mei 2024 – 01:22 WIB
Jakarta – Peneliti dari Universitas Sahid Jakarta Prof Kholil mengatakan diperlukan strategi komunikasi persuasif untuk membangun kesadaran masyarakat tentang bahaya merokok. Hal itu sebagai upaya mengatasi masalah merokok di Indonesia.
Kholil menyampaikan hal itu dalam acara “The 15th Asian Conference on The Social Sciences (ACSS 2024)” yang digelar International Academic Forum (IAFOR) di Tokyo, Jepang.
“Kami menemukan bahwa demografi, ekonomi, dan sosial budaya tidak berpengaruh langsung terhadap upaya mengatasi masalah merokok, namun menjadi signifikan setelah melalui variabel mediasi atau intervening strategi komunikasi. Oleh sebab itu, strategi komunikasi yang efektif adalah kunci untuk membangun kesadaran tentang masalah merokok dan upaya pengurangan risikonya,” kata Kholil dalam keterangan, di Jakarta, Senin.
Menurut dia, aspek kesehatan, kebijakan pemerintah, dan ekonomi merupakan kontributor terbesar terhadap strategi komunikasi dengan model pengurangan risiko ini. Strategi komunikasi ini melibatkan akademisi, masyarakat umum, pemerintah, pelaku usaha, media, dan organisasi masyarakat untuk mengatasi masalah tersebut.
“Komitmen dan kebijakan yang tepat sasaran dari pemerintah diperlukan untuk mengatasi masalah merokok secara tersegmentasi, yakni membedakan strategi untuk non-perokok agar tidak mulai merokok, perokok aktif yang ingin berhenti merokok, dan perokok aktif yang sulit berhenti merokok,” ujarnya.
Kholil menambahkan bahwa kunci keberhasilan untuk mengatasi masalah merokok adalah membangun strategi komunikasi yang efektif, baik langsung maupun tidak langsung, dengan menggunakan peran media sosial, teknologi digital, dan kolaborasi dengan figur publik agar pesan yang disampaikan tepat sasaran pada tiga target, yaitu non-perokok, perokok berhenti (quitter), dan perokok beralih (switcher).
“Untuk membangun strategi komunikasi tersebut, narasi harus memuat faktor kesehatan, sosial budaya, dan ekonomi,” katanya.
Ia mengatakan, kesehatan adalah prioritas utama karena semua perokok sadar bahwa merokok dapat berdampak buruk bagi kesehatan mereka, dan pengobatan penyakit akibat merokok memerlukan biaya yang mahal.
“Pendekatan pengurangan risiko menjadi salah satu narasi yang diperlukan untuk membantu perokok yang sulit berhenti merokok agar beralih ke produk alternatif,” ujarnya.
Senada, Hifni Alifahmi, salah satu peneliti dari Universitas Sahid Jakarta, mengatakan pemaparan hasil studi pada acara tersebut menjadi kesempatan bertukar ilmu dan pengalaman dalam mengkaji strategi komunikasi yang tepat untuk mengatasi masalah merokok.
“Segmentasi dalam strategi komunikasi berperan penting untuk menentukan narasi yang tepat agar pesan-pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh audiens yang dituju. Usia, latar belakang pendidikan, budaya, dan kondisi ekonomi dari audiens juga berpengaruh,” ujar Hifni.
Menurut dia, kajian strategi komunikasi untuk mengatasi masalah merokok ini harapannya dapat membantu pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang tepat sasaran dan solutif. (Ant)