Minggu, 26 Mei 2024 – 07:57 WIB
Jakarta – Akademisi dari Universitas Indonesia, Ujang Komaruddin, menyatakan bahwa Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menghormati dan melaksanakan putusan pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang memenangkan gugatan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron.
“Dewas harus bekerja sesuai aturan, komisioner KPK juga harus bekerja sesuai kewenangan, tidak boleh melanggar etika. Kemenangan Nurul Ghufron di PTUN harus dihormati, namun jika Nurul Ghufron melanggar etika, Dewas juga perlu memeriksanya,” kata Ujang dalam keterangannya pada Sabtu, 25 Mei 2024.
Ujang mengatakan bahwa semua proses harus dihormati dan menjaga kredibilitas KPK adalah hal yang paling penting. “Institusi KPK harus dijaga,” ujarnya.
Pengamat hukum Edi Hardum juga menyoroti prinsip hukum Res Judicata Pro Veritatae Habitur, yang berarti putusan hakim harus dilaksanakan meskipun ada pihak yang menganggapnya keliru.
“Putusan PTUN atas gugatan Nurul Ghufron harus dilaksanakan. Kita adalah negara hukum di mana hukum merupakan panglima,” ujarnya.
Edi menyatakan bahwa meskipun ada pro dan kontra terkait putusan tersebut, prinsip negara hukum mengharuskan semua pihak untuk mematuhi putusan hakim.
“Dewas KPK adalah lembaga negara yang mengawasi jalannya komisioner KPK, oleh karena itu, meskipun ada yang menganggap putusan tersebut salah, namun karena kita menganut negara hukum, maka hukum harus diikuti. Jika dianggap salah, dapat diajukan upaya hukum lain seperti banding terhadap putusan tersebut,” ucapnya.
Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menyoroti putusan sela PTUN yang meminta Dewas KPK menunda pembacaan putusan etik Nurul Ghufron.
Boyamin menegaskan bahwa PTUN seharusnya tidak campur tangan dalam urusan Dewas KPK yang bukan merupakan pejabat tata usaha negara.
“Tindakan penundaan ini tidak didasari surat keputusan, dan Dewas KPK bukan pejabat tata usaha negara, sehingga sebenarnya bukan ranahnya PTUN,” kata Boyamin.
Boyamin juga menyayangkan sikap Nurul Ghufron yang dianggap tidak menghormati Dewas. “Seharusnya Ghufron dapat menunggu rangkaian sidang etik dan menghormati putusannya. Jika tidak menerima, bisa mengajukan gugatan atau banding,” ungkapnya.
Dalam putusan sela, PTUN Jakarta memerintahkan Dewas KPK untuk menunda pembacaan putusan sidang kode etik dan pedoman perilaku Ghufron.
Saat ini, Nurul Ghufron sedang menggugat Perdewas KPK Nomor 3 dan 4 Tahun 2021 ke Mahkamah Agung (MA) dan melibatkan tujuh kuasa hukum untuk menghadapi Dewas KPK.
“Kami sudah mengajukan permohonan gugatan ini sejak tanggal 24. Dan sejak itu kami meminta segera adanya putusan sela,” ujar Ghufron.