Jakarta – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar sidang lanjutan dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Menteri Pertanian RI, Syahrul Yasin Limpo alias SYL pada Rabu, 20 Maret 2024. Ia bersama dua bawahannya di Kementerian Pertanian, Muhammad Hatta dan Kasdi Subagyono.
Baca Juga :
Respon Kejaksaan Agung terkait Permintaan KPK untuk Menghentikan Kasus LPEI
Di sidang tersebut, agenda utamanya adalah pembacaan tanggapan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK setelah pihak terdakwa menjalani sidang eksepsi atau nota keberatan.
Selama sidang, SYL meminta untuk dipindahkan dari Rumah Tahanan KPK karena mengalami masalah pada paru-parunya.
Baca Juga :
Kasus Pungli di Rutan KPK, Eks Gubernur Sulsel dan Mantan Sekretaris MA Diperiksa
“Izin Yang Mulia, saya telah menjalani operasi besar beberapa tahun lalu dan paru-paru saya kini hanya setengahnya. Ada bagian yang telah diangkat karena kanker,” ujar Syahrul Limpo di ruang sidang.
Syahrul Yasin Limpo (SYL), Jalani Sidang Perdana
Baca Juga :
KPK Mengusulkan Adanya Aturan Larangan Penyaluran Bansos 2 Bulan Sebelum Pilkada
Syahrul Limpo mengalami kesulitan bernafas karena kurangnya oksigen di Rutan KPK tempatnya ditahan. Ia mengatakan bahwa permintaan pemindahan Rutan adalah untuk alasan kesehatan.
“Di rutan tempat kami ditahan yang kondisinya cukup baik, kami masih mengalami masalah dengan ventilasi dan sulit bernapas kadang-kadang karena tidak ada ventilasi langsung, kami hanya mengandalkan kipas angin. Maaf yang Mulia, ini hanya untuk alasan kesehatan,” katanya.
Syahrul juga mengakui pernah mengalami bengkak pada kaki akibat gangguan oksigen. Namun, ia menyatakan akan mengikuti keputusan majelis hakim terkait permintaan pemindahan Rutan.
“Saya pernah mengalami pembengkakan kaki selama lebih dari 2 bulan karena masalah oksigen, itulah. Namun jika ini tidak disetujui, kami siap melakukan apa pun sesuai perintah,” ungkapnya.
Setelah itu, hakim menanggapi permintaan Syahrul Limpo kepada Jaksa. Jaksa menyatakan bahwa sebelumnya Syahrul Limpo telah mengajukan permintaan pemindahan Rutan, namun tidak disetujui karena tidak ada surat dari dokter yang menyatakan bahwa Rutan KPK tidak cocok untuk kondisi kesehatan Syahrul Limpo.
“Bagaimana dengan Jaksa Penuntut Umum? Apakah sejauh ini terdakwa pernah melakukan permintaan seperti yang disampaikan tadi kepada tim mungkin tim kesehatan yang ada di sana?,” tanya ketua majelis hakim Rianto Adam Pontoh.
Jaksa menjawab bahwa Syahrul Limpo sebenarnya pernah mengajukan permintaan tersebut. “Pernah terdakwa mengajukan. Namun demikian, dari pihak dokter atau tim kesehatan dari KPK, sampai saat ini belum ada yang menyatakan secara tertulis bahwa lokasi penahanan terdakwa tidak layak. Oleh karena itu, kami tidak bisa mengabulkan permintaannya karena tidak ada surat dari dokter yang menyatakan ketidaklayakan tersebut, karena saat ini masih layak,” jawab jaksa KPK.
Selanjutnya, hakim menanyakan apakah tim pengacara Syahrul Limpo telah melakukan survei terkait Rutan yang diminta, yaitu Rutan Salemba. Pengacara Syahrul Limpo menyatakan bahwa Rutan Salemba lebih cocok bagi kesehatan kliennya karena dekat dengan RSPAD Gatot Subroto.
“Di Salemba, udara bersirkulasi, ruangan lebih besar, terbuka, juga cukup untuk berolahraga seperti jogging dan sebagainya. Kami percaya bahwa Rutan Salemba adalah pilihan yang tepat untuk kondisi saat ini,” kata pengacara Syahrul Limpo.
Sebagai informasi, Syahrul Limpo menggunakan jabatannya sebagai menteri untuk memeras pejabat eselon I di Kementerian Pertanian RI. Jaksa menjelaskan bahwa Syahrul Limpo bersama dua anak buahnya melakukan korupsi dengan memotong gaji karyawan di Kementerian Pertanian RI. Syahrul Limpo menempatkan Hatta dan Kasdi di posisi strategis agar dapat memeras para karyawan.
Jaksa mengatakan bahwa Syahrul Limpo memotong gaji pejabat eselon I di Kementerian Pertanian RI sebesar 20 persen. Uang tersebut dipotong dari anggaran Sekretariat, Direktorat, dan Badan di Kementerian Pertanian RI yang harus diberikan kepada Syahrul Limpo.
Syahrul Limpo mengancam pejabat eselon I yang tidak memberikan potongan gaji akan dipindahkan atau bahkan dipecat dari Kementerian Pertanian RI.
Jaksa mengungkapkan bahwa Syahrul Limpo bersama dua anak buahnya berhasil memeras pejabat Kementerian Pertanian RI sebesar Rp44.546.079.044,00 atau Rp44,5 Miliar. Mereka memeras pejabat Kementerian Pertanian RI dengan memanfaatkan jabatan sebagai Menteri Pertanian RI.
Jaksa menuduh Syahrul Limpo dan bawahannya setelah memeras pejabat eselon di Kementerian Pertanian RI dengan Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf f Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Syahrul Limpo juga didakwa menerima gratifikasi dengan Pasal 12B Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.