Jumat, 2 Februari 2024 – 01:52 WIB
Yogyakarta – Menyikapi kondisi politik saat ini, civitas akademika dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta membuat pernyataan sikapnya pada Kamis, 1 Februari 2024. Pernyataan sikap ini dibacakan langsung oleh Rektor UII Fathul Wahid dengan judul ‘Indonesia Darurat Kenegarawanan’.
Dalam pernyataannya, civitas akademika UII melihat bahwa pelaksanaan Pemilihan Umum 2024 dan perkembangan politik nasional semakin menunjukkan gejala praktik penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan tanpa rasa malu.
Fathul menilai bahwa kekuasaan saat ini digunakan untuk kepentingan politik praktis sekelompok golongan dengan menggunakan sumber daya negara. Kondisi ini, menurut Fathul, membuat demokrasi Indonesia semakin tergerus dan mengalami kemunduran.
Fathul menjelaskan bahwa kondisi saat ini semakin diperparah dengan tidak munculnya sikap kenegarawanan dari Presiden Jokowi belakangan ini. Salah satu indikasinya adalah disahkannya putusan Mahkamah Konstitusi yang membuat Gibran Rakabuming Raka bisa berkontestasi di Pilpres 2024.
“Kondisi ini kian diperburuk dengan gejala pudarnya sikap kenegarawanan dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Indikator utamanya adalah pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden yang didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023,” ujar Fathul saat membacakan pernyataan sikap civitas akademika UII.
Fathul menganggap putusan itu dalam proses pengambilannya sarat dengan intervensi politik dan dinyatakan terbukti melanggar etika hingga menyebabkan Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Anwar Usman, diberhentikan.
“Fathul juga menyoroti masalah distribusi bantuan sosial melalui pembagian beras dan bantuan langsung tunai (BLT) oleh Presiden Joko Widodo belakangan ini. BLT ini dinilai Fathul ditengarai sarat dengan nuansa politik praktis yang diarahkan pada personalisasi penguatan dukungan terhadap pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu.
Selain itu, Fathul menilai adanya upaya mobilisasi aparatur negara untuk kepentingan dukungan terhadap pasangan calon tertentu adalah tindakan melanggar hukum sekaligus melanggar konstitusi.
“Situasi di atas menjadi bukti, Indonesia sedang mengalami darurat kenegarawanan yang bisa berujung pada ambruknya sistem hukum dan demokrasi,” urai Fathul.
Fathul membeberkan ada enam poin dalam pernyataan sikap civitas UII yang dinamai ‘Indonesia Darurat Kenegarawanan’ ini.
“Poin pertama, mendesak Presiden Joko Widodo untuk kembali menjadi teladan dalam etika dan praktik kenegarawanan dengan tidak memanfaatkan institusi kepresidenan untuk memenuhi kepentingan politik keluarga melalui keberpihakan pada salah satu pasangan calon presiden-wakil presiden.
Poin kedua adalah menuntut Presiden Joko Widodo beserta semua aparatur pemerintahan untuk berhenti menyalahgunakan kekuasaan dengan tidak mengerahkan dan tidak memanfaatkan sumber daya negara untuk kepentingan politik praktis, termasuk salah satunya dengan tidak melakukan politisasi dan personalisasi bantuan sosial,” imbuh Fathul.
Fathul menyebut poin ketiga adalah menyerukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah agar aktif melakukan fungsi pengawasan, memastikan pemerintahan berjalan sesuai koridor konstitusi dan hukum, serta tidak membajak demokrasi yang mengabaikan kepentingan dan masa depan bangsa.
“Poin keempat, mendorong calon presiden, calon wakil presiden, para menteri dan kepala daerah yang menjadi tim sukses, serta tim kampanye salah satu pasangan calon, untuk mengundurkan diri dari jabatannya, guna menghindari konflik kepentingan yang berpotensi merugikan bangsa dan negara,” tegas Fathul.
“Poin kelima mengajak masyarakat Indonesia untuk terlibat memastikan pemilihan umum berjalan secara jujur, adil, dan aman demi terwujudnya pemerintahan yang mendapatkan legitimasi kuat berbasis penghormatan suara rakyat,” imbuh Fathul.
Poin keenam, kata Fathul, civitas akademika UII meminta seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama merawat cita-cita kemerdekaan dengan memperjuangkan terwujudnya iklim demokrasi yang sehat.