Kamis, 2 November 2023 – 13:43 WIB
Jakarta – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) melanjutkan sidang agenda pemeriksaan pelapor pada Kamis, 2 November 2023. Dalam sidang tersebut, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) juga turut hadir.
Namun, ada fakta baru yang terungkap dalam persidangan kali ini mengenai putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dianggap mengandung konflik kepentingan.
Dokumen perbaikan permohonan yang diajukan oleh pemohon bernama Almas Tsaqibbirru tidak ditandatangani oleh kuasa hukum maupun oleh Almas sendiri. Dokumen tersebut diperoleh PBHI langsung dari situs resmi MK dan disampaikan dalam persidangan.
“Kami mendapatkan satu catatan bahwa dokumen ini tidak pernah ditandatangani dan ini yang dipublikasikan secara resmi oleh MK melalui situsnya,” kata Ketua PBHI Julius Ibrani dalam sesi daring pada Kamis, 2 November 2023.
Oleh karena itu, Julius berharap agar MKMK dapat memeriksa dokumen tersebut. MK, menurutnya, adalah contoh teladan yang sangat disiplin dalam berbagai konteks, termasuk disiplin administrasi.
“MK adalah contoh pemeriksaan persidangan yang sangat tertib, sangat disiplin dalam berbagai macam konteks termasuk administrasi,” ujar Julius.
“Kami berharap dokumen ini juga diperiksa. Kami khawatir jika dokumen ini tidak pernah ditandatangani sama sekali, maka seharusnya permohonan perbaikan tersebut dianggap tidak pernah ada atau bahkan dibatalkan,” tambahnya.
Pembentukan MKMK dilakukan sebagai tindak lanjut terhadap sejumlah laporan dan pengaduan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi terkait penanganan uji materi syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden.
MK telah memutuskan tujuh perkara uji materi Pasal 169 huruf q UU Pemilu tentang batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin, 16 Oktober 2023.
Enam gugatan ditolak, namun MK mengabulkan sebagian dari satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara tersebut memiliki nomor 90/PUU-XXI/2023.
Dalam putusan tersebut terdapat empat pendapat berbeda (dissenting opinion) dari hakim MK dan dua alasan berbeda (occurring opinion) dari hakim MK.